Selasa, 02 November 2010

SANTRI

KEGIATAN PEMBANGUNAN




GEDUNG BELAJAR

gedung pertama 5 x 3 meter
terletak di depan rumah, tempat santri putra


gedung kedua 6 x 4 meter
terletak dibelakang rumah, tempat santri putri


gedung ketiga 11 x 10 meter
depan gedung 2, masih berupa gubuk dari bambu
rencana dibangun permanen 2 lantai

SEJARAH DESA SIMEGO

      Simego sebuah dusun yang ada di salah satu desa di Simego, Petungkriyono, Pekalongan. Dusun yang menjadi pusat pemerintahan di Desa Simego ini berada di ketinggian 1600 meter. Desa Simego mempunyai lima dusun yang ada di dalamnya yaitu, Simego, Igir Gedhe, Sabrang, Kumenyep, Kubang. Untuk sampai di daerah ini harus melewati jalan yang bisa dikatan tidak “layak” untuk digunakan. Jalan berbatu seperti sungai yang mengering dan jurang-jurang ada di sekitarnya. Jalan berliku, tanjakan dan turunan itulah gambaran perjalanan untuk sampai di sana. Tidak semua jenis kendaraan bisa sampai di sana dengan mudah, apalagi saat musim hujan. Kabut tebal akan menemani perjalanan ke sana. Yang pasti hawa dingin akan selalu menyelimuti badan kita saat berada di sana. Ada dua jalur untuk bisa datang di sesa ini. Kita bisa datang dari arah pekalongan atau dari arah Banjar Negara. Kalau saat musim hujan dan ada tanah longsong yang menutupi jalan maka penduduk yang ada di sana tidak bisa kemana-mana, begitu pula orang yang akan menuju ke Simego juga tidak bisa ke lokasi.
     
      Nama Simego di dapat dari seorang yang berasal dari Bali yang bernama Mbah Muksi. Ada sejarah lain juga yang menceritakan awal mula penamaan dusun-dusun di desa Simego. Ini mulai dari zaman perwalian yang waktu itu bernama Singetruma. Perjalanan wali itu pertama kali yang ditemui adalah gunung yang besar. Ini yang menjadi penaman dusun Igir Gedhe. Dari Igir Gedhe perjalnan dilanjutkan dan beristirahat di sebuah tempat. Dia merasa lapar kemudian mengambil buah Asem Tembilungan, buah asem yang dia makan berasa nasi. Dari itu tadi dia memberikan Simego “Asem berasa Sego atau Nasi”. Makan selesai dia melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat dan menemui sebuah penyebrangan. Sabrang itulah yang diberikan untuk dusun sabrang, ini diambil dari nama penyebrangan yng dia temui. Perjalanan yang di lalui wali Singetruma menghabiskan waktu seharian. Sore mulai datang matahari mulai tenggelam, dalam bahasa jawa biasa disebutkan “Srengenge wis arep ambles”, atas dasar itu munculah nama kumenyep untuk penaman dusun. Matahari mulai tenggelam langit yang tadinya berwarna biru berubah menjadi merah. Perubahan warna itu yang menjadi dasar penaman dusun kubang di ambil dari kalimat “barang kulon wis abang”.
      
     Bahasa untuk berkomunikasi penduduk begitu beragam. Bahasa daerah mereka jika kita menyimak pembicaraan mereka ada campuran dari bahasa jawa halus atau “kromo inggil”, banyumasan, dan bahsa jawa biasa atau “jawa ngoko”. Letak geografis berpengaruh pula dalam pembentukan struktur bahasa di sana.


     Penduduk yang ada di dusun Simego ada 165 KK dan hampir semuanya bekerja sebagai petani sayuran. Kentang, jagung,teh , selong atau daun bawang, Kobis, dan tanaman sayuran lain yang bisa hidup di sana menjadi penghasilan para petani yang ada. Jagung menjadi makanan pokok penduduk. Jagung hasil panen kemudian diolah menjadi nasi jagung atau “sekul jegung” dalam bahasa yang digunakan penduduk. Alat yang digunakan dalam pertanian pun juga masih sederahana. Kegiatan membajak sawah jarang ditemui dalam pertanian di sana. Kebun yang selesai di panen biasanya hanya di cangkul, kalaupun akan di bajak itu menggunakan sapi sebagai tenaga penarik alat bajak yang digunakan. Untuk mengangkut benih tanaman dan hasil perkebunan juga menggunakan alat tradisional. Barang yang akan dianggkut ke sawah di masukan ke dalam dua keranjang dan di pinggul. Karena itulah warga di sana secara fisik mereka kuat. Begitu pula kaum perempuan yang ada, hanya saja kalau perempuan tidak di panggunl namun keranjangnya ditaruh diatas kepala.hasil dari perkebunan biasanya dijual ke Kali Bening banjar negara dengan di bawa kelokasi menggunaktun doplak. 
    
    Doplak adalah alat transportasi yang digunakan, ini berupa mobil yang ada bak terbukanya di belakang dan di samping baknya pada bagian tutup samping dipasang besi yang menyerupai pagar yang digunakan untuk menahan barang bawaan dan untuk pegangan orang yang naik di atas bak. Selain di jual ke Kali Bening hasil panen juga dijual ke Pekalongan atau ke luar kota Pekalongan. Untuk penjualan yang jauh biasanya pembeli yang datang ke Simego untuk mengambil hasil pertanian. Walaupun setiap minggu ada pembeli yang datang namun kadang-kadang saat panen pembeli datang terlambat. Ini di karenakan akses jalan untuk tiba disana lumayan sulit, apalagi saat musim hujan.
     
     Walaupun secara geografis letak wilayah ini jauh dari perkotaan dan perkembangan teknologi yang semakin pesat seperti sekarang ini namun warga yang dipimpn oleh seorang Bahu atau Pak Kadus ini begitu peka akan adanya informasi yan ada di wilayah lain. Bukan hanya informasi tentang petungkriyono tapi juga informasi di tingkat pekalongan dan profinsi, dan antar profinsi. Media informasi yang digunakan di sana adalah televisi dan Radio. Walaupun tidak semua penduduk yang ada di sana mempunyai Televisi tapi penduduk sering ada nonton TV bareng di rumah Pak Bahu setiap malam fari habis sholat Magrib. Acara TV yang paling sering ditonton yaitu “pertandingan bola”. Kalau radio hampir semua penduduk memiliki radio. Ada siaran radio yang sering didengarkan penduduk di Simego yaitu siaran radio komunitas yang ada di Mudal. Radio ini sering menyampaikan informasi yang ada untuk orang-orang yang bisa menjangkau siaran radio ini. Radio menjadi hiburan dan pusat informasi yang lebih sering di pakai penduduk. Walaupun siaran televisi sudah ada namun tidak setiap rumah memiliki televisi. 


     Sumber listrik yang digunaan berasal dari Pembangkit listrik tenaga air. Debit air yang ada di wilayah ini kemudian dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan cara dipasang kincir air yang kemudian memutar dinamo. Dinamo itu yang kemudian menjadi sumber listrik yang digunakan setiap rumah. Satu kincir cukup untuk kebutuhan listrik hampir 5 rumah. Kebutuhan dana untuk pengadaan listrik ini disapat secara swadaya. Permasalahan yang dialamai saat penggunakn kincir ini pada saat perbaikan. Jik ada satu kincir yang posisinya ada dipaling atas maka otomatis kincir yang dibawahnya ikut mati, karena aliran air dihentikan untuk perbaikan. Dan juga saat musim hujan dan aliran air menjadi lebih deras maka posisi kincir yang berada disana bisa ikut terbawa arus.


sumber: http://ujungkali.blogspot.com/